Books Review: Garis Perempuan

  • 0
Keterangan Buku:
Judul: Garis Perempuan
Penulis: Sanie B. Kuncoro
Desain Sampul : Kebun Angan
Penerbit :Bentang, Yogyakarta
Tebal : 373 hlm.
Terbit : Januari 2010
ISBN :978-979-1227-72-8

Pertama kali melihat novel ini saya langsung jatuh cinta dengan covernya yang sangat ciamik.  Apalagi dapat harga miring karena lagi ada Bazar Buku Murah. Bungkus Bang….! 


Novel berjudul Garis Perempuan ini mengangkat topik yang selalu menarik untuk dikupas, dipelajari dan dicerna. Perempuan, Perawan dan Keperawanan. Perempuan dengan segala problematikanya. Perempuan dengan takdir dan kodratnya serta nilai dan budaya yang menyertainya.  Perempuan yang dari dulu hingga sekarang selalu berada pada posisi yang lemah dan termarginalkan. 


Sanie B. Kuncoro dalam novel perdananya ini berkisah tentang persahabatan empat wanita mulai dari mereka kecil bermain “Pasaran” bersama hingga mereka dewasa dan menjalani garis takdir yang berbeda . Adalah Ranting, Gendhing, Tawangsri, dan Zhang Mey dengan empat jalan nasib yang berbeda memaknai keperawanan dengan kondisi dan pemikiran yang tak sama. Ketika suatu saat masing-masing dari mereka dihadapkan pada beberapa pilihan terkait tentang takdir mereka sebagai seorang perempuan. Apakah pilihan yang akan mereka ambil?


Ranting yang berasal dari keluarga miskin dengan ibu penjual karak, dihadapkan pada sebuah pilihan yang sulit apakah ia akan “menjual’ dirinya dengan menjadi istri ketiga tuan tanah Basudewo demi melunasi hutang puluhan juta untuk biaya operasi ibunya, ataukah ia akan bertahan dengan harga dirinya dan membiarkan ibunya dalam penderitaan yang tak kunjung usai. Dan ketika pilihan itu telah dibuatnya maka itulah jalan takdir yang harus dilaluinya.

Hampir serupa dengan persoalan yang dihadapi Ranting, Gendhing juga dihadapkan pada pilihan yang tak kalah sulitnya. Memiliki orang tua dengan ayah yang hanya seorang tukang becak dan ibunya seorang tukang cuci pakaian memaksanya harus menjalani kehidupan yang tak mudah. Apalagi ditambah jeratan hutang kedua orang tuanya dengan jumlah yang tak sedikit.  Dan pada saat yang sama ada seorang pria paruh baya kaya raya yang menawarkan padanya jalan keluar dari semua masalahnya hanya dengan cara memberikan dirinya hanya untuk satu malam saja.


Sementara itu, disisi lain Tawangsri dan Zhang Mey. Keduanya jauh lebih beruntung dari dua sahabatnya yang sejak kecil harus berjuang bertahan hidup. Sri dan Zhang dengan kehidupan sosial ekonomi menengah atas membuat mereka bisa kuliah tanpa harus pusing dengan biayanya. Keduanya memiliki lebih banyak pilihan dalam hidup, termasuk makna keperawanan mereka.


Tawangsri yang kesepian dan kehilangan figur seorang ayah. Dan suatu ketika seperti menemukannya pada figur seorang Jenggala – duda beranak satu yang dicintai dan mencintainya. Dan dia bisa bebas untuk memilih apakah akan menjadikan pria itu sebagai “yang pertama” atau tidak. Serta Zhang Mey yang dihadapkan pada tembok tebal tradisi keluarganya yang keturunan Cina. Ketika sebuah tradisi menaruh darah perawan pertamanya di sapu tangan putih di malam pertamanya dengan pria yang telah dipilihkan keluarganya untuk menjadi suaminya adalah sesuatu yang bersifat mutlak dan tak bisa dibantah.


Empat orang perempuan, empat jalan hidup, empat pilihan dan empat keputusan. Membaca novel ini memberikan banyak pelajaran bagi saya. Membuat saya tersadar bahwa terkadang kita tidak bisa lari dari takdir. Sekuat apapun kita mencoba untuk merubahnya, namun kita tidak bisa menentang kehendak-Nya. Tetapi hidup adalah pilihan. Dan sekecil apapun pilihan itu tetap tidak akan sesederhana yang kita bayangkan. Ranting, Gendhing, Tawangsri dan Zhang Mey adalah contoh dari sebegitu banyaknya perempuan yang dihadapkan pada pilihan dalam hidup, dan kali ini terkait dengan masalah keperawanan.


 Dan ketika dunia mendikotomi perempuan sebagai perawan dan bukan perawan, ada satu hal yang harus kita sadari bahwa setiap perempuan adalah perawan.


Sebuah buku yang menarik untuk dibaca, memberikan begitu banyak pelajaran hidup yang patut untuk direnungkan. Bacalah! Dan anda akan terhanyut dalam kisahnya.


Kata-kata bijak dalam Novel ini:


1.       Atas nama cinta, seseorang bisa menyerah pada seseorang yang lain, dengan atau tanpa alasan. Dengan mencintai, bisa membuat seseorang tak mampu menolak suatu pengaruh, mengendalikan diri atatu melupakan seseorang. Bahkan, mungkin tak mampu membendung gejolak perasaan, menghanyutkan diri dengan atau tanpa kesadaran, bahkan menyerah dalam dikte. (halaman 228)

2.       Melupakan berbeda dengan lupa. Lupa terjadi dengan sendirinya, terjadi begitu saja meski kadang-kadang tidak diinginkan. Sementara melupakan lebih merupakan sebuah upaya untuk berhasil melakukan lupa, yang sering kali justru membuat upaya-upaya itu menjadi nihil karena apa yang ingin dilupakan justru makin menguat dalam ingatan. (halaman 233) 

3.       Masa lalu justru menyimpan lembar-lembar yang tak terselesaikan, yang selalu menyenangkan untuk dibaca ulang. Mengenangkan tempat-tempat yang tak hendak ditinggalkan. Memahatkan nama-nama yang senantiasa terjaga dalam ingatan. Akan tetap terjaga meski ribuan hari telah dan akan menenggelamkannya pada ribuan hari yang akan lalu. (halaman 233)

4.       Ada 3 tipe perempuan : ratu, dewi dan prajurit. Seorang ratu haruslah cerdas karena dia adalah pemimpin yang mengarahkan rakyatnya mencapai kesejahteraan. Dewi senantiasa cantik, yang dengan itu menciptakan keindahan bagi para pemujanya. Prajurit adalah seorang yang kuat dan setia, yang dengan kekuatannya melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan dn mempertaruhkan dirinya atas nama kesetiaan. (halaman 181)

5.       Kita tidak selalu kuat seperti yang kita duga. Menjadi lemah pada suatu saat, bukanlah kesalahan besar, melainkan manusiawi, sepanjang tidak kau lakukan dengan cengeng. Berilah ruang pada dirimu sendiri untuk menampung emosi-emosimu. Seperti emosi sesaat yang terjadi padamu saat ini. (halaman 250)

6.       Rasa hati bukan sesuatu yang bersifat matematis, yang terdeskripsikan dengan jelas hukum sebab akibatnya. Kita telah dan akan bertemu banyak orang, tapi dari sekian banyak itu, hanya beberapa bahkan satu, yang mampu mengarahkan kita untuk menuju kepadanya, dengan atau tanpa alasan. (halaman 270)

7.       Usia, sesuatu yang tak terlawan dengan kekuatan, kamuflase, atau teknologi manapun. (halaman 294)

8.       Waktu tak pernah bisa diikat, dihentikan atau dibekukan. Dia selalu bergerak sesuai takdir dan menggerus apapun tanpa dispensasi apalagi belas kasihan. (halaman 297)

9.       Perbedaan tidak selalu memicu konflik dan persamaan tidak berarti selalu berpotensi menyelaraskan. Perbedaan sekaligus persamaan adalah misteri penciptaan. Setiap penciptaan, makhluk hidup atau tumbuhan adalah karya, merupakan kepingan atau partikel dan puzzle dunia semesta. (halaman 327)

10.   Setiap dari kita adalah pelengkap satu sama lain, entah disisi mana kita akan ditempatkan. Jangan menyesali perbedaan kita. Rasa yang muncul diantara kita barangkali justru karena kita berbeda. (halaman 327)

11.   Kita akan senantiasa berhadapan dengan pilihan. Meskipun kita berhak menentukan setiap pilihan, tetaplah tersadari bahwa tidak ada pilihan yang bebas nilai. Hendaknya kita cermat memilih sehingga pilihan terbaik itu akan mengantar kita pada sebuah  pengembaraan yang menakjubkan. (halaman 370)


No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...